Menurut “Sundakala” (Ayat Rohaedi, 2005) mengacu pada Pustaka Negara Kertabhumi
dikisahkan bahwa Panembahan Girilaya menikah dengan putri dari
Amangkurat I, yang menurunkan Pangeran Mertawijaya atau Pangeran
Syamsuddin yang menjadi Sultan Kasepuhan I; adiknya Pangeran Kertawijaya
atau Pangeran Badridin yang menjadi Sultan Kanoman I dan adiknya yang
bungsu Pangeran Wangsakerta yang menjadi Panembahan Cerbon I.
Namun
Naskah Mertasinga mengisahkan hal yang berbeda. Dikisahkan bahwa
Panembahan Girilaya menikah dengan putri dari Negara Surat (Surat Thani,
Thailand Tenggara) yang menurunkan Pangeran Sepuh dan dengan Rara Mas
Kirani putri Dipati Ukur Muda atau Arya Jagasatru yang menurunkan
Pangeran Anom.
Mengenai
isteri dari Mataram, dalam bagian lain dari naskah Mertasinga
dikisahkan bahwa Panembahan Girilaya juga menikah dengan Ratu Sidapulin
dari Mataram yaitu sebagai ‘pertukaran’ dengan Dewi Tanuran Gagang (baca: http://akinamikaya-01.blogspot.com/2011/09/naskah-mertasinga-putri-pajajaran-yang.html ). Namun tidak jelas apakah sang putri adalah puteri dari Amangkurat I atau bukan.
Berikut uraian dalam naskah Mertasinga:
PANEMBAHAN RATU WAFAT
(pupuh LXIX.19 - LXIX.20)
Dikisahkan
kemudian Panembahan Ratu wafat pada waktu usianya genap 140 tahun,
yaitu tepat pada babad jaman 1519 (1597 M.) . Panembahan Ratu telah
wafat dengan sempurna dan dimakamkan di Giri Serga. Adapun yang menjadi
permaisurinya adalah yang bernama Rara Pajang, dengan siapa Panembahan
Ratu telah menjalani perkawinannya dengan selamat tanpa gangguan dunia
akherat.
PERIHAL PERNIKAHAN PANEMBAHAN GIRILAYA
(pupuh LXX.09 - LXX.14)
Adapun
Arya Jagasatru, yaitu Dipati Ukur Muda, menjadi kesayangan Panembahan
karena anak perempuannya yang bernama Ratu Mas Kirani diperistri oleh
Panembahan Girilaya. Pasangan ini kemudian melahirkan dua anak yang amat
tampan, yang bernama: Pangeran Emas Pakungwati dan Pangeran Anomsada.
Adapun
istri Panembahan yang pertama berasal dari negara seberang, negara
Surat,
Rara Kerta namanya. Dia lah yang mendirikan dusun Karangdawa dan
mempunyai anak Pangeran Sepuh. Diceritakan bahwa Panembahan Giri itu
banyak anaknya, yang laki-laki bernama: Pangeran Nataningrat, Pangeran
Surajaya, Pangeran Wiradyasunu, Pangeran
Jayanegara, Pangeran Kusumajaya yang membuat padepokan di Kajuwanan.
Adapun anak-anak perempuannya lebih banyak lagi, yaitu : Ratu
Demang, sehingga ada tempat bernama Kademangan, Ratu Lor, Ratu
Toyamerta, Ratu Ajeng, Ratu Lindri, Ratu Winahon, Ratu
Pecatanda, Ratu Petis, Ratu Bahar, dan Ratu Ayu Rayahin.
Kebesaran
anak-anak ini, anak-cucu raja wali, tidak ada yang menyamai, mereka
dilimpahi nurbuat kutub. Mendapatkan keramat dan tidak boleh dihina
sebagaimana halnya keturunan yang telah mendapat tuah. Mereka tidak
mengejar kebesaran, dan jauh dari pengaruh luar, seperti halnya yang
selalu diayomi Sinuhun. Carbon pada waktu itu baru mencapai keturunan
wali yang kelima, kebesaran kerajaan telah mulai pudar.
PERNIKAHAN DENGAN ISTERI DARI MATARAM
(pupuh LIX.09 - LIX.11)
Ketika
itu Pangeran Carbon berada dibawah kekuasaan Mataram, dia diharuskan
seba, menghadap, setiap tahun ke Mataram. Dalam perjalanan itu Pangeran
Carbon membawa serta Dewi Tanuran Gagang, ketika Sultan Mataram
melihatnya maka sang putri pun segera dimintanya. Setelah Dewi Tanuran
Gagang diserahkan kepada Sunan Mataram, maka Pangeran Carbon pun
memperoleh gantinya yaitu putri yang bernama Ratu Sidapulin yang
kemudian dibawa kembali ke Carbon. Dari perkawinan itu lahir seorang
anak laki-laki bernama Pangeran Manis, dan seorang anak perempuan yang
diberi nama Ratu Setu.
CATATAN
1. Panembahan
Ratu memerintah tahun 1588 – 1649, kakek dari Panembahan Girilaya,
memperistri Ratu Mas Pajang (Ratu Lampok Angroros), putri Jaka Tingkir,
Sunan Pajang.
2. Panembahan
Girilaya raja Cirebon memerintah tahun 1649 – 1662, saat itu di Mataram
memerintah Amangkurat I yang memerintah tahun 1646-1677, anak dari
Sultan Agung Hanyokrokusumo yang memerintah tahun 1613 – 1645.
3. Surat
Thani, atau Ban Don nama propinsi dan juga ibu kotanya di sebelah
tenggara Thailand, sebuah pelabuhan di sebelah selatan Bangkok. Surat.
Pada abad ke-16 tercatat adanya hubungan dagang antara
pelabuhan-pelabuhan di Jawa dengan luar negeri,
yaitu Maladewa, Keling (Coromandel), Surat, Mekkah dan Jedah. Disebutkan
bahwa tempat-tempat ini sebagai tempat peristirahatan dalam pelayaran
dari Jawa ke Mekkah. Dalam Naskah Kuningan, dikisahkan bahwa pengikut
Patih Keling yang kemudian bermukim di Gunung Sembung adalah juga dari
negara Surat Thani.
Hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran post by Amman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar