(pupuh LXVI.04 - LXVI.20)
Diceritakan
sebuah peristiwa di Pakungwati semasa pemerintahan Panembahan Ratu,
peristiwa ini terjadi sebelum wafatnya Sunan Kalijaga. Di dunia ini
memang banyak hal-hal yang gemerlapan yang dapat dilihat. Diceritakan Ki
Palidada hatinya merasa sedih mengingat akan keberuntungan
junjungannya. Dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh raja-raja
seberang. Dia selalu memikirkannya bagaimana caranya untuk mengikuti
jejak mereka. Pikirnya, raja dari seberang itu dagangannya selalu
untung, sedangkan tuannya Panembahan rejekinya morat-marit. Oleh karena
itu Ki Palidada kemudian menghadap Panembahan dan disampaikannya
keresahannya. Ki Palidada berkata bahwa dia sanggup untuk membantu
kehidupan Panembahan seperti halnya negara-negara yang lain. Atas usul
itu Panembahan Ratu berkata, "Palidada aku harus berdagang apa?".
Dijawab Ki Palidada, "Kita akan berdagang beras, karena besar
keuntungannya". Mendengar bujukan itu Panembahan setuju dan segera
memerintahkan untuk menyiapkan beras. Tak lama kemudian karung-karung
beras telah menumpuk di pantai seperti gunung, dan sudah disiapkan juga
perahunya.
Di
tengah kesibukan demikian dikisahkan datang seorang pengemis yang
menyodor-nyodorkan tempurungnya. Katanya, "Tuan, hamba minta beras untuk
menghilangkan lapar, sekedar segenggam saja", berkata demikian sambil
terus menyodor-nyodorkan tempurungnya. Melihat itu Ki Palidada merasa
terganggu dan berkata dengan kasar serta mata membelalak, "He keparat
kamu, apa kamu tidak melihat bahwa beras ini sudah dikarungi semua, tak
bisa dibongkar lagi".
Akan
tetapi pengemis itu masih juga merajuk meminta-minta. Begitulah
Palidada amarahnya tidak tertahankan lagi, tangannya diangkat akan
menempeleng pengemis itu. Akan tetapi tiba-tiba tangannya itu menjadi
kejang, dan dia pun mengangkat kakinya akan menendang si pengemis, akan
tetapi kaki Ki Pali yang satu itu pun tetap terangkat keatas dan tak
bisa turun lagi sehingga dia jatuh terguling. Ki Pali menjerit
berguling-guling di tanah dan orang-orang segera berdatangan memberikan
pertolongan. Apa yang telah terjadi kepada Ki Pali itu segera dilaporkan
kepada Panembahan Ratu. Berkata Panembahan Ratu, "Pengemisnya seperti
apa?". Yang ditanya menjawab, "Pengemis itu kakinya belang, dan juga
kedua tangannya. Entah dimana tempat tinggalnya".
Mendengar
itu Panembahan Ratu kemudian berkata, "Bilamana demikian, bawalah Ki
Palidada segera ke hadapan eyang Kalijaga, dan suruh Ki Pali untuk
bertobat kepadanya. Jangan lupa untuk membawa beras sebanyak sepuluh
dacin dan katakanlah itu sebagai baktiku". Maka para abdi itu segera
melakukan perintahnya dengan patuh. Dengan menggotong Ki Palidada dan
karung beras, mereka pergi menuju ke Kalijaga menghadap sang Aulia. Di
hadapan Sunan Kalijaga, Ki Pali bertobat sambil menangis, "Kanjeng Gusti
hamba mohon diberi hidup", demikian permohonannya. "Baiklah
permintaanmu kuterima", ujar wali. Setelah sang Wali berkata demikian Ki
Palidada segera sembuh kembali seperti sediakala. Kemudian berkata Ki
Palidada, "Terima kasih banyak Kanjeng Gusti Wali", sambil menyembah
berkali-kali, "dan ini hamba sampaikan bakti hamba, beras banyaknya
sepuluh pikul".
Berkata
sang wali, "Mengenai beras berdacin-dacin yang kau bawa kehadapanku
itu, apa maksudmu". Ki Pali berkata, "Itu adalah baktinya tuanku
Panembahan Pakungwati, untuk dipersembahkan kepada tuan. Berkah tuanlah yang
diharapkan". Sang Wali menjawab, "He Palidada, kebaikan tuanmu itu
kuterima. Akan tetapi sekarang beras itu bawalah pulang lagi, aku tak
menginginkannya. Mustahil karena peristiwa itu tuanmu menjadi durhaka,
aku tak seperti itu. Memang betul tadi aku mengemis beras sebatok kecil
untuk pengobat lapar, akan tetapi Palidada aku tak mengharapkan banyak.
Sekarang sudahlah, semua itu bawa kembali lagi saja".
Segera
Ki Palidada permisi pulang dan setelah sampai lalu menyampaikan apa
yang didengarnya kepada tuannya. Mendengar itu Panembahan lalu berkata,
"Sekarang ya sudahlah, dalam hal dagang itu kita batalkan saja. Kita
yang ada di Carbon ini tak boleh berdagang, hingga anak keturunanku
kelak. Itulah yang menjadi wangsit, janganlah kita salah terima, Kanjeng
Eyang Sunan Kalijaga telah memberikan wangsitnya. Tidak ada wali yang
bohong atau keliru dan membuat fitnah, serta sembarangan dalam
perbuatannya".
Lalu
Ki Palidada pun segera membatalkan pekerjaannya, beras-beras dari
pinggir pantai diambil lagi dan kemudian dibagikan kepada semua
pengikutnya, para buyut dan seluruh rakyat kecil. Semua senang hatinya
atas kebaikan rajanya itu. Para buyut semua menyaksikan bahwa anak cucu
Carbon tidak diijinkan dalam perkara dagang itu. Yang memberikan wangsit
adalah leluhurnya raja wali, dengan demikian kita harus selalu
bersyukur.
Hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran post by Amman .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar